Sinopsis Buku: Khotbah di Atas Bukit
9:59 AM
Khotbah di atas bukit
Oleh: Herdi Herdiansyah
Cerita ini merupakan cerita petualangan batin. Barman tua adalah orang
yang sudah lelah dengan keramaian dan ingin hidup menyendiri di sebuah
pegunungan. Anaknya bobi menyediakan sebuah villa sebagai tempat pengasingan
ayahnya. Tempat itu sangat cocok bagi barman untuk pengasingan. Barman tidak
sendiri tinggal disana. Dia ditemani wanita muda yang cantik, baik, penurut,
dan menyediakan dirinya untuk barman bernama popi. Barman tua sangat bahagia,
dia merasa bahwa hidupnya sempurna dan pengasingannya pun sempurna, pada
awalnya.
Pada suatu hari barman bertemu dengan humam lelaki misterius, salah satu
penduduk di bukit itu. Dia adalah orang yang penuh dengan ajaran kehidupan.
Perihal kehidupan barman yang bermasalah pun perlahan terselesaikan. Humam
menjadi sosok bijaksana di hadapan barman. Dia mempercayai ada jalan lain untuk
menikmati hidup, berbahagia, dan mendapat kedamaian.
Permasalahan semakin pelik karena barman dihadapkan oleh dua pilihan,
mengikuti humam atau terus bersama popi. Kehidupan semakin membingungkan untuk
barman. Setiap kali ia berpikir keras itu semakin menyiksanya. Dia tidak tahan
dengan keadaan memilih ini. Kemudian dia memutuskan untuk tetap bersama wanita
setianya, mainannya, popi. Dia sempat mengantar popi berbelanja ke pasar. Tapi
setelah selesai berbelanja barman tak langsung pulang, ia menyempatkan diri
bertemu dengan humam.
Beberapa hari berikutnya barman mendapat kiriman dari bobi. Anaknya
mengirim seekor kuda putih untuk menemani ayahnya ketika beraktivitas. Dulu,
menunggang kuda adalah hobi barman selain berjalan-jalan di luar negeri. Suatu
hati barman mengunjungi rumah humam. Tapi apa yang dia lihat adalah yang tak
diinginkan. Temannya yang bijaksana, penuntun kehidupan, telah meninggal.
Barman tua segera berlari ke pasar untuk memberitakan kematian humam. Dia
berteriak dan diperhatikan oleh seluruh orang di pasar. Setelah itu,
orang-orang pasar mengikuti barman menuju rumah humam. Iringan yang panjang itu
seperti sebuah perjalanan yang suci, tak ada yang berkata apapun. Barman di
atas kuda dan diikuti oleh orang pasar, seperti jemaat. Sesampainya di rumah
humam, ternyata sudah ada dua orang petugas pemakaman yang membawa mayatnya
pergi, barman hanya melihat tubuh sahabatnya dibawa pergi. Kemudian setelah itu
barman dan iringan warga tersebut pergi ke rumah barman, popi sudah menunggu
hawatir. Dia cemas akan keadaan barman tua. Di sana, barman hanya terdiam dan
beristirahat. Lalu, warga pasar pun pulang untuk melakukan aktivitasnya.
Keesokkan harinya barman didatangi oleh petugas pemakaman yang membawa
surat wasiat yang menyatakan bahwa humam memberikan rumahnya kepada barman.
Popi yang menyadari bahwa barman akan pergi hanya bisa tertegun tak berkata
apa-apa. Barman lalu mempersiapkan kebutuhannya untuk tinggal di rumah humam.
Popi yang setia, menyediakan makanan dan sesekali ikut merapikan perlengkapan
yang akan dibawa oleh barman.
Rumah humam merupakan tempat yang mengingatkan barman pada sahabatnya
itu. Rasanya, barman dapat melihat wajah humam di seluruh bagian dalam rumah.
Barman tak melakukan banyak perubahan, dia membiarkan laba-laba tinggal di mana
saja, membiarkan daun-daun gugur berserakan, dan dia juga tak banyak merapikan
– semuanya dibiarkan alami. Barman tua melakukan perenungannya di tempat ini,
dia merasakan bagaimana menjadi humam. Bahkan beberapa kali mencoba mengingat
apa saja rutinitas yang dilakukan oleh humam.
Suatu malam penuh cahaya bulan menjadi penentu perubahan sikap dan
keadaan hidup barman tua. Dia merasakan ada kekuatan pemikiran yang maha
dahsyat dalam renungannya. Dia memutuskan pergi ke pasar mencari orang-orang
yang tertidur. Dia bertanya pada mereka di tengah tidurnya, “Apa kau
berbahagia?” kata barman. Dia menemui banyak orang - penjaga malam, supir truk,
pedagang kubis, pengemis, dan lain-lain. Sehingga kejadian itu menjadi
perbincangan seluruh warga di pasar pada pagi hari. Warga pasar hanya ingat
bahwa ada sosok di atas kuda yang bertanya kepada mereka dalam mimpi. Kemudian
seseorang mengatakan dia sempat mengingat sosok itu. Karena sebelumnya pernah
melihat di pasar. Warga lain mulai meyakinkan yang lainnya bahwa itu bukan
mimpi memang ada orang yang mendatangi mereka. Lalu, seorang lainnya mengatakan
bahwa itu adalah lelaki tua yang mengabarkan kematian seseorang. Mereka semua
menyadarinya, dan mereka bergegas mencari barman tua di rumahnya. Di sana,
warga berkeluh kesah dan bercerita bagaimana hidup mereka tak menyenangkan.
Barman tua kemudian diangkat oleh warga tersebut sebagai guru. Lalu, mereka
mengantar barman ke rumah humam. Setelah sampai, warga seperti mendapatkan
kenyamanan berada di samping barman tua.
Rumah humam kini tak sama lagi, sekarang rumahnya menjadi bersih, banyak
orang berdatangan, makanan yang melimpah, dan tempat itu menjadi lebih
bercahaya. Tapi, cahaya itu kemudian lambat laun menjadi redup. Karena Barman
mendapat kehampaan saat ia menyadari bahwa warga tak mendapatkan manfaat dari
sekedar duduk-duduk di amben rumah. Mereka menunggu Barman mengucapkan sesuatu
yang ajaib seperti biasanya. Tapi, Barman tak menginginkan itu. Ia menginginkan
warga tetap bekerja dan melakukan sesuatu agar hidup mereka menjadi lebih baik.
Hanya mendengarkan ucapan tak akan memberikan solusi apapun.
Maka, pada suatu hari Barman pun keluar dari kamar dan berkata pada
warga yang sedang duduk-duduk di sekitaran rumahnya untuk mempersiapkan
keberangkatan mereka ke atas bukit. Sebelum berangkat Barman menemui Popi dan
mengucapkan perpisahan. Hal ini seperti firasat yang kuat bagi Popi bahwa
Barman tak akan kembali lagi.
Saat Barman dan para warga memulai perjalanan ke atas bukit. Banyak dari
mereka yang ragu akan tujuan perjalanan ini. Di antara mereka adalah wanita dan
anak-anak. Setelah cukup jauh berjalan, mereka mulai merasakan lelah dan lapar.
Tapi, Barman tak berhenti, dia terus berjalan di atas kuda putihnya. Letih yang
dirasakan warga segera mereka lupakan, karena mereka mendambakan manfaat yang
lebih. Sesampainya di bukit, Barman segera berhenti dan menatap sejenak dan
mengatakan khotbah terakhirnya. Waktu sudah senja dan bukit sudah dipenuhi oleh
awan kabut. Mereka tak dapat melihat Barman dengan jelas. Sontak, terdengar
sebuah suara. Hal ini terdengar sangat jelas dan sangat cepat. Mereka mengira
Barman telah pergi meninggalkan mereka. Jadi, para warga langsung berangkat
menuruni bukit untuk pulang. Barman dan kuda putihnya kemudian terlihat oleh
para warga berada di dasar jurang. Bergotong royonglah mereka mengangkut
jenazah dan menguburnya di bukit tersebut. Merasa sangat kehilangan mereka lalu
pergi ke kehidupannya masing-masing. Popi kemudian melarikan diri ke luar dari
daerah tersebut setelah mengetahui Barman telah meninggal. (Herdi Herdiansyah)
0 comments